Tags

,

Seorang pria menalak cerai istrinya karena kecewa sang istri tidak sesuai ‘spesifikasi’ yang diinginkan. Usia pernikahan mereka hanya beberapa hari saja lantaran sang suami kecewa istrinya tidak mengeluarkan darah di malam pertama. Keperawanan sang istri dipertanyakan.

Apa yang kalian ketahui tentang keperawanan kami? Karena kami tidak berdarah saat malam pertama, usai kita berhubungan intim, lalu kalian memvonis kami tidak perawan. Sempit sekali pikiran kalian.

Asal kalian tahu, tidak semua perempuan mengeluarkan darah dan menjerit-jerit kesakitan saat berhubungan intim pertama kali. Terkadang ada pria yang senang di malam pertama istrinya menjerit-jerit kesakitan karena artinya sang istri perawan.

Ya ampun, virginitas itu tidak bisa dilihat dari itu.  Tidak semua perempuan langsung robek selaput daranya ketika berhubungan seks pertama kali dengan pasangannya. Selaput dara itu elastisitasnya beda-beda.  Letaknya juga beda-beda, ada yang dekat dengan pembuluh darah dan ada yang tidak.

Jika foreplay yang kalian lakukan bagus, maka dinding vagina kami akan licin dan merekah. Dengan begini maka saat penetrasi tidak menimbulkan trauma atau cabikan pada selaput dara, sehingga ada kemungkinan tidak mengeluarkan bercak darah.

Selaput dara bisa terkoyak itu bukan semata-mata karena hubungan intim. Selaput dara kami bisa terkoyak saat belajar sepeda, saat olahraga, dan lainnya. Selaput dara terkoyak itu tidak sama dengan tidak perawan. Ingat ya! Menurut pengertian kami, kami kehilangan virginitas jika kami sudah melakukan hubungan intim dengan penetrasi di dalamnya.

Beberapa dari kami pernah khilaf melakukan hubungan intim dengan kekasih kami sebelumnya, sebelum menikah dengan pria pilihan kami. Pengalaman itu lantas kami ceritakan sesaat setelah pernikahan kita. Maaf baru menceritakannya sekarang, bukan bermaksud menutupinya, tapi karena kami malu dan takut kalian meninggalkan kami. Okay, ini salah. Tapi kami menyesal dan bertobat. Maafkan ya.

Tapi… beberapa orang dari kalian tidak terima. Kalian tidak mau menyentuh kami, begitu jijik, merasa tertipu, dan rumah tangga yang baru kita bangun terasa begitu dingin. Tidak ada perceraian, tapi rumah tangga ini begitu palsu. Kalian tidak mau berdamai dengan masa lalu kami. Bentuk balas dendam seperti apa yang akan kalian lakukan?

Lalu kami? Kami tidak tahu kalian perjaka atau tidak. Kalau kalian mengukur virginitas dari selaput dara, lalu kami mengukur keperjakaan kalian dari apa? Kami hanya percaya pada kalian, ketika kami mengiyakan pinangan kalian. Kami percaya kalian membimbing kami menjalani bahtera rumah tangga dalam nilai-nilai agama dan norma yang berlaku. Kami percaya kalian bertanggung jawab pada keluarga.

Menurut kami, pernikahan itu bukan soal perawan tidak perawan, perjaka tidak perjaka. Pernikahan itu harus dilandasi cinta dan saling percaya. Jika ada masa lalu yang buruk, mari kita berdamai. Jalan ini sudah telanjur dipilih, jalan untuk membangun keluarga. Mari bertanggung jawab pada pilihan yang telah diambil. Jika ada khilaf di masa lalu, jangan pernah terulang lagi. Mari ajari anak-anak kita untuk tidak melakukan kekhilafan yang sama.

Terinspirasi pertanyaan konsultasi psikoseksual dan seksologi di http://www.detikhealth.com